Di Indonesia kusta masih menjadi masalah kesehatan karena menimbulkan masalah yang sangat komplek, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi dan budaya karena masih terdapat stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap penderita kusta dan keluarganya. Dan Indonesia masih menjadi negara ketiga dengan kasus kusta terbanyak di dunia.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan tantangan terbesar dalam mengeleminasi kasus kusta di tanah air adalah stigma buruk yang masih melekat pada masyarakat. Penyakit yang termasuk dalam kategori penyakit tropis terabaikan atauΒ neglected tropical disaesesΒ (NTD) masih sering dianggap sebagai sebuah kutukan.
Penyakit kusta atau yang dikenal sebagai penyakit Hansen adalah sebuah infeksi bakteri yang memengaruhi sistem saraf, kulit, hidung, dan mata. Penyakit kusta atau lepra disebabkan olehΒ Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh lambat dan tidak mudah menyebar.
Sehingga mereka yang terkena penyakit ini sebenarnya bisa terus bekerja dan memiliki kehidupan yang aktif selama mereka melakukan perawatan. Penyakit kusta atau lepra berkembang sangat lambat. Hal ini karena gejala bisa muncul setelah 20 tahun usai terinfeksi.
Gejala dan Penyebab Kusta
Terkadang seorang penyintas tidak menyadari dirinya sudah terinfeksi sampai akhirnya gejala seperti kehilangan kemampuan merasa sakit muncul, atau kulit menunjukkan adanya perubahan. Dari 90 persen orang dengan penyakit kusta atau lepra, gejala yang muncul pertama kali adalah mati rasa.
Kusta atau lepra dapat ditandai dengan rasa lemah atau mati rasa Β di tungkai dan kaki, kemudian diikuti timbulnya lesi pada kulit. Kusta atau lepra disebabkan oleh infeksi bakteri yang dapat menyebar melalui percikan ludah atau dahak yang keluar saat batuk atau bersin.
Kusta atau lepra disebabkan oleh bakteriΒ Mycobacterium leprae. Bakteri ini dapat menular dari satu orang ke orang lainnya melalui percikan cairan dari saluran pernapasanΒ (droplet), yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk atau bersin.
sumber gambar canvapro papibunda
Gejala kusta pada awalnya tidak tampak jelas. Bahkan, pada beberapa kasus gejala kusta baru bisa terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20-30 tahun. Beberapa gejala kusta yang dapat dirasakan penderitanya adalah :
-
- Mati rasa di kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, tekanan, atau rasa sakit.
- Muncul lesi pucat, berwarna lebih terang, dan menebal di kulit.
- Kulit tidak berkeringat (anhidrosis).
- Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
- Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut.
- Otot melemah, terutama otot kaki dan tangan.
- KehilanganΒ Β alis Β dan bulu mata.
- Mata menjadi kering dan jarang mengedip.
- Mimisan , hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung.
Pendampingan Bagi Para Penyintas Kusta
Penemuan kasus kusta secara dini dan pengobatan secara teratur sulit dilakukan, disebabkan oleh penderita merasa malu dan dikucilkan masyarakat di lingkungannya. Memotret diskriminasi yang dialami penderita kusta baik di lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dipisahkan dari pasangan (diceraikan), dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, restoran, tempat ibadah, pelayanan kesehatan, dan fasilitas umum lainnya.
Masyarakat masih mempersepsikan kusta disebabkan karena kutukan, atau kusta merupakan penyakit yang dapat menurun, dengan adanya fenomena tersebut, pengamat tertarik utnuk membuat sebuah model pendampingan melalui rekayasa sosial agar komunitas penderita kusta yang mengalami diskriminasi dapat melakukan interaksi dengan masyarakat. selain itu, melalui model pendampingan ini mantan penderita kusta juga dapat melakukan peningkatan perekonomian.
Perawat Baik Hati, Penyelamat Para Penyintas Kusta
Namanya Ratna Indah Kurniawati, seorang perawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Grati, Pasuruan Jawa Timur. Menjadi perawat sejak 2004, wanita kelahiran 23 April 1980 ini saat itu bertugas sebagai perawat dan pengelola program kusta di Puskesmas Grati. Ratna mendata ulang penderita kusta di wilayah kerjanya, yang mencakup 9 desa. Ia menghubungi mereka satu demi satu lalu mengetahui status terbaru penyakit mereka.
sumber gambar booklet satu indonesia awards
Selain rajin memantau status terbaru, ternyata Ratna juga membuka lapangan pekerjaan. Semoga dengan diberikannya lapangan pekerjaan ini, para penyintas bisa hidp lebih baik lagi. Amat hanya bisa pasrah ketika suatu hari, pada 1997, dia mendapati salah satu jari tangannya tanggal. Jari itu memang telah mati rasa dan kehilangan fungsi akibat penyakit kusta. Jadi, saat jarinya copot, ia tak merasa sakit. Satu per satu jari yang lain ikut tanggal.
Tanpa jari tangan, warga Desa Rebalas, Kecamatan Grati, Pasuruan, ini terpaksa bergantung pada orang tuanya karena cuma bisa bekerja serabutan. Kadang ia mencari kayu bakar, kali lain menjadi pemetik sayuran. Tapi itu tinggal cerita di masa lalu. Sejak Agustus lalu, Pak Amat yang saat ini berusia 40 tahun bisa tersenyum kembali. Ia sudah memiliki usaha sendiri beternak jangkrik. Per bulan ia bisa panen 26 kilogram jangkrik.
Harga jualnya sekitar 20 ribu hingga 30 ribu rupiah/Kg. Pak Amat senang sekali bahwa ada orang ya peduli terhadap bpara penyintas kusta.Β Mba Dewi Ratna mengumpulkan para penyintas kusta kurang lebih ada 20 orang yang saat ini dibimbing dan sudah mmiliki penghasilan sendiri. Berkat ketekunannya membantu para pentinyas kusta, Mba Ratna mendaptkan penghargaan lewat Profil Penerima Apresiasi Satu Indonsia Award 2022. Semoga akan ada semakin banyak lagi rang seperti Mba Ratna yang rela mendampingi para penyintas kanker .