Apakah Vaksinasi Dapat Menyebabkan Autisme?

Masih banyak orangtua yang khawatir saat memberikan vaksin pada anaknya karena mendengar kabar mengenai dampak vaksin yang berisiko menyebabkan autisme. Padahal hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang mendukung pernyataan tersebut. 

Kekhawatiran ini dapat dipahami karena penyebab autisme sendiri hingga saat ini masih belum dapat dipastikan. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada anak, sangat wajar jika orangtua ingin menemukan hal yang menjadi penyebabnya. Para orangtua pun mencari berbagai faktor yang diduga bisa menjadi pemicu.

Di antara berbagai faktor tersebut, vaksinasi menjadi salah satu hal yang dianggap dapat menyebabkan autisme. Banyak informasi yang beredar seputar hal ini, mulai dari pendapat perorangan hingga lembaga kesehatan. Akibatnya, penyakit yang seharusnya bisa diantisipasi dengan vaksin menjadi tidak tertangani dan justru mendatangkan risiko sendiri bagi yang menolak vaksin tersebut.

Salah satu bahan yang dianggap sebagai penyebab autisme adalah thimerosal, yaitu bahan pengawet di dalam vaksin. Bahan ini dianggap dapat menjadi racun yang menyerang sistem saraf pusat yang menjadi pemicu autisme pada anak. Sejak era 1980-an, kasus autisme memang meningkat drastis di Inggris. Namun dari sekian banyak vaksin yang diberikan pada anak, hanya satu yang mengandung thimerosal, yaitu vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertusis).

Tidak Ditemukan Bukti Ilmiah

Selama lebih dari 15 tahun terakhir, telah banyak institusi independen yang menguji kaitan antara vaksin dengan autisme. Hasilnya, tidak ada kaitan antara paparan thimerosal dengan autisme. Berikut ini beberapa hasil yang didapat dari pengujian tersebut:

  • Tidak ditemukan hubungan sebab akibat antara vaksin dengan thimerosal sebagai pemicu
  • Tidak ada bukti yang mendukung hubungan antara vaksin yang mengandung thimerosal dengan fungsi neuropsikologi pada anak usia 7-10 tahun.
  • Sudah dilakukan penelitian terhadap anak-anak yang mendapat vaksin DTaP yang mengandung thimerosal dibandingkan dengan mereka yang menerima vaksin yang sama tanpa thimerosal. Sepuluh tahun kemudian, penelitian tersebut tidak menemukan gangguan neurologis pada anak yang menerima vaksin dengan thimerosal.
  • Tidak ditemukan hubungan antara vaksinasi dengan autisme atau gangguan autisme spektrum lain. Tidak ada peningkatan risiko berkembangnya autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) setelah menerima vaksin MMR, kandungan merkuri, maupun thimerosal dalam vaksin. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa vaksinasi tidak berhubungan dengan perkembangan autisme ataupun ASD.

Meskipun demikian, untuk menghindari kemungkinan buruk, ada negara yang sudah menyediakan vaksin yang tidak mengandung thimerosal.

Pada akhirnya, vaksin telah terbukti menyelamatkan jutaan nyawa manusia dari penyakit-penyakit mematikan yang sebelumnya tidak dapat ditangani. Jika terdapat beberapa kasus autisme yang terjadi setelah pemberian vaksin, tidak dapat digeneralisasi atau langsung disimpulkan vaksin sebagai penyebabnya. Setiap pernyataan perlu diuji kebenarannya, dan banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa manfaat vaksinasi jauh lebih tinggi daripada risiko yang mungkin ditimbulkannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like